Beranda > Arsip Berita, Feature, Sastra Budaya > Marah Agus Yunus: Bercerita Minangkabau Tempo Doeloe Lewat Lukisan

Marah Agus Yunus: Bercerita Minangkabau Tempo Doeloe Lewat Lukisan

DSC06300

Bercerita tentang Minangkabau tempo doeloe lewat lukisan, itulah yang menjadi konsentrasi sang Maestro lukis asal Sumatera Barat, Marah Agus Yunus. Usia yang terus beringsut senja ternyata tidak menjadi alasan bagi sang Pelukis  legendaris ini untuk menceraikan kuas dengan kanvas. Meski sorot mata tidak lagi setajam dulu, ia masih setia menekuri kanvas untuk membubuhkan cat minyak dengan keahlian tangan dan kecemerlangan imajinasinya.

Ketika itu, Rabu (12/6/2013), senja mulai turun di langit Kota Padang. Matahari mengurai cahaya merah jingga. Biasnya jatuh di trotoar, di atap-atap, dan pepohonan. Dalam suasana alam demikian romantis, Marah terus saja khusyuk membubuhkan wewarna, memindahkan keindahan imajinasinya ke permukaan kanvas. Ia sedang mengerjakan sebuah lukisan dengan tema “Baralek Gadang di Minangkabau.” Di sebuah ruang khusus pada salah satu galeri di Pasar Seni Taman Budaya Sumbar, Marah telah menyelesaikan beberapa lukisannya. Lukisan dengan tema baralek gadang yang tengah ia kerjakan, menggambarkan sebuah prosesi baarak anak daro jo marapulai dalam tradisi Minangkabau, lengkap dengan para penari gelombag, pemain tambua, serta niniak mamak, di halaman Rumah Gadang.

DSC06296

Sejak remaja, Marah telah menekuni seni lukis. Meski tak mengenyam pendidikan khusus seni rupa di perguruan tinggi, ia begitu piawai dalam bidang kesenian yang satu ini. Ia belajar secara otodidak. Setamat dari STM, Marah sempat bekerja di Departemen Penerangan Sumbar kala itu. Namun, tak bertahan lama. Jiwa senimannya memberontak. Ia lebih memilih menekuni seni lukis dan menghasilkan karya. Ia pun menjadi salah satu seniman lukis legendaris yang karya-karyanya telah tersebar di seluruh penjuru negeri hingga luar negeri, seperti Jerman, Swiss, Amerika, Australia, Malaysia, dan sejumlah negara lainnya di Eropa.

Sejak tahun1970-an hingga kini, Pelukis kelahiran Padang, 17 Agustus sekitar 76 tahun lalu ini telah menghasilkan lebih dari 1000 lukisan yang terpajang di sejumlah galeri, rumah kenegaraan, hotel-hotel mewah, di dinding rumah sejumlah tokoh nasional seperti Amien Rais, Siswono, termasuk beberapa lukisannya yang terpajang di dinding rumah Sutan Zaili Asril, Kadivre Riau Pos Group Sumbar.

“Lukisan saya sudah banyak tersebar di berbagai tempat, ada juga yang terpajang di hotel-hotel yang ada di Padang ini, termasuk lukisan yang dipajang di Hotel Ambacang dan ikut hancur saat gempa 2009 lalu,” ujar putra dari seorang Kapten Kapal yang membawahi orang-orang Belanda sebagai anak buah kapal, pada zaman pendudukan Belanda.

DSC06297

Marah memilih Minangkabau tempo doeloe sebagai tema sebagian besar lukisannya bukan tanpa alasan. Baginya, ini merupakan bentuk perjuangan melalui karya seni dalam rangka melestarikan serta memperkenalkan kebudayaan Minangkabau kepada dunia. Seperti apa yang telah ia lakukan selama ini, lukisan-lukisannya yang tersebar di berbagai negara, seperti sejumlah negara di Eropa, serta merta telah memperkenalkan Minangkabau kepada dunia luar.

“Dengan begitu, melalui lukisan ini, Minangkabau diperkenalkan kepada dunia luar. Setidaknya mereka mendapatkan sedikit gambaran tentang kebudayaan Minangkabau melalui cerita yang disajikan lewat lukisan-lukisan saya itu,” ujar Pelukis yang beralamatkan di Gantiang Padang ini.

Berbagai kegiatan pameran karya seni baik dalam maupun luar negeri telah diikutinya. Meski harus diakui Marah, ia mempersiapkan sendiri untuk mengikuti iven-iven tersebut sementara dari pemerintah sendiri minim sokongan.

“Hal seperti ini bagai sudah lumrah saja di negeri ini, di mana para seniman harus bersitungkin menghidupkan kebudayaan dengan jerih sendiri. Sementara pemerintah terus saja menggembar-gemborkan misi memajukan kebudayaan, namun abai dengan keberadaan mereka para seniman yang sesungguhnya telah bekerja-keras untuk itu,” sesalnya.

Sementara itu, melihat perkembangan dunia seni saat ini yang telah melahirkan sejumlah seniman termasuk para pelukis muda, Marah menaruh harap. Kelak di antara para seniman muda yang dilahirkan zaman kini, terutama di Ranah Minang, ada yang benar-benar memiliki jiwa Minang seperti halnya dirinya. Sehingga apa yang mereka hasilkan dalam bentuk karya, tidak terlepas dari upaya melestarikan serta mengenalkan kebudayaan Minangkabau kepada generasi muda yang barangkali telah berjarak dengan tradisi ataupun corak kehidupan kebudayaan Minangkabau tempo doeloe.

“Seniman muda saat ini memang telah banyak bermunculan, namun yang benar-benar memiliki jiwa Minang, itu yang saya harapkan akan melanjutkan perjuangan saya ini. Sebab, para seniman muda saat ini, khususnya di bidang seni lukis, lebih banyak menghasilkan karya dengan tema kontemporer. Saya khawatir, generasi di masa datang tidak lagi berkesempatan melihat gonjong rumah gadang kecuali di istano Pagaruyuang, contohnya saja seperti kincia yang ada di lukisan saya ini, sekarang sudah sangat langka atau mungkin sudah tidak ada lagi, kincia atau lasuang aie ini dulu digunakan orang untuk menumbuk padi,” cerita Marah seraya menunjukkan beberapa lukisannya yang terpajang di galeri tempat ia melukis.

DSC06298

Bagi Marah, berkesenian telah menjadi nafas yang mengalir dalam kehidupannya. Tidak ada batas usia untuk terus berkarya. Selama mata masih mampu menangkap cahaya, dan jemari masih menyimpan kekuatan untuk bergelut dengan kuas dan kanvas, ia akan terus mengabadikan keping demi keping kenangan Minangkabau tempo doeloe, sebagai jembatan ingatan yang menghubungkan para generasi muda zaman kini dengan kehidupan kebudayaan Ranah Minang di masa lalu. (Yeni Purnama Sari)

  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar